Senin, 21 Juni 2010

Guru Madrasah Merasa Dianaktirikan

Senin, 16/03/2009 - 16:02

BEKASI, (PRLM).-Para guru madrasah mengeluhkan nasib mereka yang merasa masih dianaktirikan oleh pemerintah. Dengan demikian, meskipun anggaran pendidikan telah 20 persen, para guru madrasah belum bisa menikmati kesejahteraan yang dijanjikan.

Keluhan ini disampaikan para guru madrasah yang tergabung dalam Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kota Bekasi dalam acara Silaturahmi Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita dengan Masyarakat Kota Bekasi, di Gedung Islamic Center Kota Bekasi, Senin (16/3).

Dituturkan Ginandjar perlu adanya perombakan payung hukum bagi dunia pendidikan, termasuk madrasah. dengan demikian tidak ada lagi perbedaan antara sekolah umum dengan sekolah agama.

"Selama ini, pendidikan kita masih memisahkan negeri dan swasta, sekolah umum dengan sekolah agama sehingga terjadi kesenjangan," ujarnya.

Berdasarkan PP No 5 tahun 2007, madrasah telah masuk ke dalam lingkungan departemen pendidikan. Namun demikian, strukturnya masih belum berubah. Akibatnya, anggaran untuk madrasah sudah tidak ada lagi di kandepag tetapi belum juga terwakilkan di Dinas Pendidikan.

"Dengan demikian, posisinya tidak bisa sama dalam anggaran. Anggaran selalu melihat ke sekolah negeri tetapi mengabaikan madrasah. Padahal, itu sudah masuk ke departemen pendidikan," ungkapnya.

Sementara itu, anggaran yang ada di Departemen Agama tidak bisa mencakup kebutuhan madrasah karena porsinya kecil.

Selain itu, para guru madrasah pun masih kesulitan untuk menjadi PNS. Menurut anggota DPR RI Komisi VII, Zulkarnaen Djabar, PP yang ada baru mengakomodasi guru dari madrasah atau sekolah negeri. Padahal, dari 100 ribu madrasah yang ada di Indonesia, baru 10 persen yang negeri, selebihnya yakni 90 persen merupakan madrasah swasta.

Sebaliknya, untuk sekolah umum dari 200 ribu sekolah yang ada, hanya 10 persen yang merupakan sekolah swasta. "Jadi, bagaimana mereka bisa cepat jadi PNS," katanya.

Padahal, selama belum menjadi PNS, guru madrasah hanya mempunyai gaji di bawah UMK. Sebab, APBN hanya membantu Rp 250 ribu per bulan per guru madrasah negeri.

Sementara itu, yang mengajar di madrasah swasta belum bisa menikmati kesejahteraan yang layak.

Hal ini pula yang menyebabkan Ginandjar mencalonkan kembali menjadi DPD Jawa Barat. Sebab, menurut dia, permasalahan madrasah belum selesai. Selain itu, selama ini keberadaan DPD masih belum memiliki kekuatan sehingga keterwakilannya di nasional pun belum dapat menghasilkan aksi yang nyata.

"Kekuatan DPD masih terlalu lemah sehingga belum bisa berbuat banyak untuk mewujudkan harapan masyarakat," tuturnya. (A-155/kur)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar