Kamis, 23 Desember 2010

Foto-foto kegiatan Porseni PGM 2 lanjutan










PROFESIONALISME GURU DI TAHUN 2009

Oleh Aang Kusmawan

Pengesahan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 menjadi penanda bahwa profesi guru tidak hanya sebatas pengabdian dengan jaminan kesejahteraan minim. Dengan keberadaan UU ini, guru adalah orang yang betul-betul profesional dengan jaminan kesejahteraan memadai. Ini merupakan elan baru dalam dunia keguruan Indonesia.

Dengan jaminan UU ini, terdekonstruksilah makna profesionalisme guru yang dulunya tidak diminati menjadi profesi yang paling diminati di antara profesi lainnya, seperti ditunjukkan dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas beberapa waktu lalu. Dari hasil jajak pendapat tersebut diketahui bahwa profesi guru menjadi profesi yang paling diminati di antara profesi lain, seperti dokter dan wartawan.

Sebanyak 29,5 persen responden berpendapat bahwa profesi guru merupakan profesi yang paling diminati oleh mereka, disusul profesi dokter/bidan dan peneliti/ilmuwan pada profesi berikutnya. Profesionalisme dalam arti dasar adalah ketika seseorang bekerja sesuai dengan basis pendidikannya masing-masing. Seorang pengajar di lembaga pendidikan haruslah berpendidikan dari lembaga pendidikan tinggi keguruan (LPTK). Ketika lulusan LPTK bekerja menjadi akuntan, itu tidak bisa dikatakan profesional. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan (baca: imbalan) adalah hal wajar ketika seorang profesional mendapatkan imbalan memadai karena dia akan bekerja maksimal sehingga menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Hubungan antara profesionalisme dan imbalan bersifat linear.

Namun, dalam konteks pendidikan Indonesia, khususnya dunia keguruan, gambaran tersebut baru berlaku setelah UU Guru dan Dosen disahkan. Sebelumnya profesi guru tidak lebih seperti "pepesan kosong". Dari luar kelihatannya sangat elok dan menarik, tetapi isinya kosong. Jabatan guru memang mendapatkan tempat di hati masyarakat, tetapi ketika berbicara tentang kesejahteraan, nilainya sangat minim (baca: kosong). Di Indonesia hal yang linear itu tidak terjadi.

Alibi dari minimnya kesejahteraan tersebut adalah kemampuan negara yang memang minim. Di satu sisi alibi ini bisa diterima, tetapi di sisi lain sulit diterima. Di luar alibi tersebut realitas berkata, sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, kesejahteraan guru betul-betul sangat minim.

Jangka waktu disahkannya UU Guru dan Dosen ini sangatlah lama. Dalam amatan penulis, secara sederhana kondisi ini telah menimbulkan beberapa masalah dalam dinamika kehidupan guru yang tampaknya masih terkandung sampai sekarang, termasuk ketika UU Guru dan Dosen telah disahkan pemerintah baru-baru ini. Masalah tersebut adalah masalah kultural/tradisi, moral, dan struktural.

Tantangan

Kemunculan masalah kultural/tradisi bertitik tolak dari permasalahan waktu. Lamanya kondisi guru berada dalam ketidaksejahteraan telah membentuk tradisi-tradisi yang terinternalisasi dalam kehidupan guru sampai sekarang. Konkretnya, tradisi itu lebih mengacu pada ranah akademis.

Minimnya kesejahteraan guru telah menyebabkan konsentrasi guru terpecah menjadi beberapa sisi. Di satu sisi seorang guru harus selalu menambah kapasitas akademis pembelajaran dengan terus memperbarui dan berinovasi dengan media, metode pembelajaran, dan kapasitas dirinya. Di sisi lain, sebagai efek demonstrasi dari minimnya kesejahteraan, seorang guru dituntut memenuhi kesejahteraannya secara berbarengan.

Dalam praktiknya, seorang guru sering kali lebih banyak berjibaku (baca: berkonsentrasi) dengan usahanya dalam memenuhi kesejahteraan keluarga. Akhirnya, seiring dengan perjalanan waktu, sisi-sisi peningkatan kualitas akademis menjadi tersisihkan dan hal ini terus berlangsung sampai sekarang. Minimnya kesejahteraan guru dalam jangka waktu lama telah menggiring budaya/tradisi akademis menjadi terpinggirkan.

Permasalahan moral muncul hampir berbarengan dengan permasalahan kultural. Hemat penulis, permasalahan moral ini bisa disamakan dengan permasalahan watak dari guru itu sendiri. Akar masalahnya sama, muncul sebagai efek demonstrasi dari minimnya kesejahteraan guru. Minimnya kesejahteran guru secara tidak langsung telah menggiring guru-guru dalam ruang-ruang sempit pragmatisme. Yang terbayang oleh seorang guru ketika melaksanakan proses pendidikan adalah bagaimana seorang guru bisa dengan cepat menyelesaikan target studi yang telah dirancang. Setelah itu guru bisa langsung beralih profesi sejenak demi mendapatkan tambahan pendapatan karena kesejahteraannya minim. Akhirnya, pendidikan yang seyogianya diselenggarakan melalui proses memadai terabaikan. Hasil akhir menjadi target utama dibandingkan dengan proses yang dilaksanakan. Inilah wujud nyata dari watak-watak pragmatis.

Permasalahan struktural lebih mengacu pada kondisi atau struktur sosial seorang guru di luar proses pendidikan (baca: lingkungan sosial). Jika mengacu pada sumber masalah, hal ini berasal dari minimnya kesejahteraan yang dimiliki seorang guru. Minimnya tingkat kesejahteraan secara materialistis dari seorang guru telah menyebabkan posisi sosial guru di masyarakat tersubordinasi.

Posisi sosial guru menjadi terkesan lebih rendah daripada masyarakat lain yang berprofesi bukan guru, katakanlah itu seorang konsultan, manajer, pengacara, dan lainnya. Padahal, seperti kita ketahui, secara hakikat, profesi yang digeluti seseorang adalah sama, tidak saling menyubordinasi. "Inferiority complex"

Yang perlu mendapatkan perhatian serius dalam hal ini adalah efek dari subordinasi sosial tersebut. Efek tersebut adalah perasaan rendah diri dari seorang guru, atau dalam bahasa Pramoedya Ananta Toer sebagai inferiority complex. Bagi seorang guru, perasaan rendah diri seperti ini merupakan hal yang harus dihindari. Fungsi guru sebagai pentransformasi sosial kepada peserta didik memerlukan kepercayaan diri yang besar. Bukan tidak mungkin perasaan-perasaan rendah diri tersebut akan menular kepada peserta didik. Hal ini tentu saja sangat berbahaya.

Simpulan sederhana dari ketiga masalah tersebut adalah bahwa akar permasalahan guru kontemporer adalah tingkat kesejahteraan. Minimnya tingkat kesejahteraan guru menjadi permasalahan pokok. Di luar kontroversi tentang UU Guru dan Dosen tersebut, kita mendapatkan pembenaran dari UU Guru dan Dosen tersebut, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan guru.

Lima tahun pascapengesahan UU Guru dan Dosen merupakan masa transisi menuju profesionalisme guru seutuhnya. Oleh karena itu, dalam konteks menuju profesionalisme guru seutuhnya tersebut, masalah-masalah di atas seyogianya diposisikan sebagai sebuah tantangan yang harus segera dijawab.

Ketika tahun 2009 diisi oleh kerja keras guru dalam menjawab ketiga tantangan tersebut, perjuangan menuju profesionalisme guru telah melaju beberapa langkah ke depan. Dengan demikian, menjadi hal wajar apabila tahun 2009 dijadikan sebagai tahun menuju profesionalisme guru seutuhnya. Semoga tahun 2009 menjadi kado manis bagi dunia pendidikan Indonesia.

AANG KUSMAWAN Staf Litbang Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan Universitas Pendidikan Indonesia

Foto-foto kegiatan Porseni PGM 2 lanjutan





2011, Dana BOS Dikelola Pemda


REPUBLIKA.CO.ID, KENDAL--Pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang selama ini dikelola langsung oleh masing sekolah rawan akan penyelewengan. Terkait hal itu, pada 2011 mendatang pengelolaan dana BOS akan dikelola oleh Pemerintah daerah (Pemda) setempat. Demikian disampaikan Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti, Kamis (23/12).

Ia mengatakan, pemindahan pengelolaan itu dilakukan karena banyaknya keluhan adanya penarikan biaya tambahan untuk kebutuhan sekolah dari wali murid. Sebelumnya, lanjut dia, pengelolaan dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dikpora) Kendal dan diduga banyak penyelewengan dana yang terjadi.

"Kami hanya bertugas mengelola, bukan mengambil alih dana BOS," katanya seusai Seminar Menciptakan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kantibmas) Menuju Kabupaten Kendal Yang Kondusif di Aula Mapolres Kendal.

Menurut dia, penyelewengan yang terjadi dilakukan oleh oknum tenaga pendidik yang mengelola dana tersebut. Dia menjelaskan dirinya pernah menerima pesan singkat dari seorang oknum pengajar yang ingin membayar hutang namun harus menunggu dana tersebut dicairkan.

Dia juga mengakui selama ini, pihaknya banyak menerima laporan dugaan penyimpangan penggunaan BOS di beberapa sekolah, seperti penarikan biaya sebesar Rp500.000 untuk pembelian buku pelajaran yang seharusnya masuk dalam anggaran BOS. Pihaknya mengharapkan dengan adanya perubahan pengelola, maka penyelewengan dana BOS dapat diminimalisasikan dan penyampaiaannya bisa maksimal. "Diharapkan dengan ditanganinya BOS oleh pemkab, penggunaan dana BOS dapat lebih akuntabel dan transparan," katanya.

Dia mengatakan perencanaan itu merupakan kebijakan dari pemerintah pusat dan pihaknya hanya melakukan peraturan tersebut. "Kebijakan tersebut merupakan hasil dari rapat para bupati di jakarta beberapa waktu lalu," jelasnya.

Dia menambahkan Kendal akan menerima penambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar delapan miliar rupiah dari anggaran sebelumnya sebesar Rp 26 miliar yang sebagian besarnya dipergunakan untuk pendidikan. Menurut dia, pihaknya belum dapat memenuhi kebutuhan pendidikan untuk membiayai semua siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Hingga kini, katanya, masih ada 29.000 siswa yang harus dibantu agar tidak putus sekolah.

Foto-foto kegiatan Porseni PGM 2











ini adalah sebagian dari foto-foto kegiatan PORSENI di Surade 18-21 Desember 2010.

Semarak Porseni PGM

SUKABUMI--Bupati Sukabumi, Sukmawijaya menilai pendidikan madarasah selaras dengan program pemerintah Kabupaten Sukabumi. Meski dalam pelaksanaannya memerlukan sebuah kompetisi terutama dalam bidang olahraga dan seni. Dengan terselenggaranya Pekan Olaharaga dan Seni yang dilaksanakan Persatuan Guru Madarasah (PGM) Kabupaten Sukabumi diharapkan mampu mendongkrak prestasi di bidang olahraga dan keagamaan. "Pelaksanaan Porseni di Kabupeten Sukabumi ini merupakan yang kedua kali, dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat mencitrakan kabupaten Sukabumi sebagai tempat pendidikan agama dan olahraga yang berkualitas," ujar Sukmawijaya. Ketua PGM Kabupaten Sukabumi, Munir Ridwan mengatakan kegiatan ini dijadikan sebagai ajang untuk adu prestasi dan kemampuan dengan tetap mengedepankan sportifitas yang tinggi, sebab porseni merupakan sarana untuk mencari bibit unggul para atlet dan seniman. Dalam pelaksanaannya panitia penyelenggara akan bertindak jujur dan berharap penyelengaraan kegiatan sukses. "Ini merupakan program tahunan yang kami rintis. Ke depannya diharapkan kegiatan ini menjadi ikon bagi Kabupaten Sukabumi dalam membangun pendidikan madrasah yang tengah berlangsung," paparnya. Munir juga menjelaskan sudah saatnya madarasah memiliki atlit dan seniman yang berkualitas dan dedikasi yang tinggi, sehingga mampu dan siap tandang, siap tanding dan siap menang. "Memang dalam setiap pertandingan setiap tim berharap juara, namun yang lebih penting dari itu, adalah menjunjung tinggi sportifitas, karena dengan itu setiap even akan menjadi tontonan yang menarik, sehingga kegiatan seperti ini akan menjadi harapan masyarakat pada umumnya," jelasnya. Sementara itu Ketua Panitia Porseni, Dadang Sadrah mengatakan pelaksanaan kegiatan ini meliputi dua cabang. Untuk olahraga di antaranya, Voly ball, tenis meja, sepakbola, futsal, catur dan lainnya. Adapun untuk cabang seni di antaranya kaligrafi, rebana, MTQ dan lainnya. "Kami memang ingin menghasilkan siswa yang berpotensi. Kegiatan ini dapat menjadi ajang pencarian bakat tersebut," pungkasnya.(rp9)

Sumber berita:http://radarsukabumi.com/index.php?mib=berita.detail&id=64289

Sabtu, 27 November 2010

Kompetisi Kreativitas Madrasah Jakarta Diikuti 1.100 Siswa




REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebanyak 1.102 murid madrasah tsanawiyah negeri (MTsN) se-Provinsi DKI Jakarta berlaga dalam ajang Kompetisi Kreativitas Madrasah (Madrasah Creativity Competition /MCC). Para peserta yang berasal dari 42 MTsN se-DKI.

Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Mushadik Noor, kompetisi ini memperebutkan delapan cabang perlombaan, yaitu baca kisah, presentasi berita, puitisasi Alquran, dramatisasi sastra Indonesia, festival band, karya ilmiah di bidang sosial-keagamaan, olimpiade sains, dan kompetisi matematika. "Semua cabang di luar bidang yang diperlombakan dalam pekan olahraga dan kesenian madrasah (PORSEMA)," ujarnya saat pembukaan MCC di Jakarta, Sabtu (27/11)

Mushadik yang juga kepala MTsN 3 mengatakan MCC kedua ini bertujuan meningkatkan kreativitas dan keterampilan, baik para tenaga pengajar atau pun peserta didik di bidang akademik dan budaya. Selain itu, ajang ini memberikan motivasi mereka dalam MIPA (matematika dan ilmu pengetahuan alam) dan karya ilmiah.

MCC, tuturnya, juga merupakan media silaturahim antar-MTsN yang berada di wilayah DKI Jakarta agar terjadi pertukaran informasi dan pengalaman. Dia berpandangan, MCC perlu dikembangkan menjadi ajang bagi seluruh madrasah se-DKI Jakarta yang mencakup negeri dan swasta. Hal itu agar MCC memberikan pengaruh langkah tindak lanjut perlu dilakukan dalam berbagai bentuk antara lain pembinaan intensif terhadap bibit-bibit unggul yang tersaring dari even MCC.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Kelompok Kerja Kepala Madrasah (K3M) DKI Jakarta, Suhairi. MCC yang merupakan hajat rutin dua tahunan K3M adalah langkah awal untuk memulai meningkatkan kualitas anak didik di lingkungan madrasah. Terlebih sejumlah cabang baru diperlombakan atara lain karya ilmiah. K3M berencana mendokumentasikan hasil karya ilmiah tersebut dan dipubilkasikan minimal di tingkat MTsN.

Dengan demikian, tindak lanjut MCC akan memberikan konstribusi berkelanjutan bagi perkembangan madrasah. "Pembinaan intensif terutama dari pemerintah sangat perlu supaya madrasah tetap berkembangan," kata Suhairi.

sumber: http://id.news.yahoo.com/repu/20101127/tpl-kompetisi-kreativitas-madrasah-jakar-97b2f71.html

Minggu, 19 September 2010

PGM: Jangan Ada yang intervensi !!!

Beredarnya SMS gelap yang menyudutkan Wakil Bupati berkaitan dengan wacana penyusunan Kabinet “MAJU”, disikapi beragam oleh kalangan masyarakat. Lalan Suherlan, salah seorang pengurus DPD Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kab. Sukabumi, mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Menurutnya, PGM dengan kekuatan penuh mendukung upaya Sukma-Jajuli untuk menempatkan birokrat di kabinetnya nanti dengan tetap mempertimbangkan azas prosionalisme sesuai bidang keahlian dan disiplin ilmu masing-masing. “Kalau pejabatnya tidak professional dan proporsional, maka visi misi Bupati-Wabup tidak akan pernah tercapai, malah akan rusak atau hancur”, lanjutnya. Bahkan, Lalan menghimbau agar pasangan Bupati-Wabupati diberikan wewenang penuh untuk memilih pejabat yang sesuai dengan upaya pencapaian visi misinya.
Sementara itu, Ade Hidayat selaku Forum Guru Madrasah (FGM Kab. Sukabumi) mengkritik pihak-pihak “tertentu” yang terkesan memaksakan orang untuk memenuhi kursi di Kabinet Sukma-Jajuli. Lebih lanjut, ia meminta agar sebaiknya para birokrat menyamakan persepsi mereka dalam memahami dan menerjemahkan visi misi Bupati dan Wakil Bupati. Bukan mendiskreditkan atau mengkerdilkan pasangan Sukma-Jajuli. “Rakyat sudah jenuh dengan “lagu lama” dari “orang-orang dalam” untuk mengkerdilkan kewenangan bupati dan wakil Bupati”, lanjutnya.
Sementara itu, Pengamat dan praktisi Pendidikan, Mulyawan S. Nugraha, mengatakan bahwa pejabat yang akan menduduki jabatan kepala dinas dan jabatan-jabatan lainnya yang berasal dari luar atau dalam Birokrasi tidak usah dipersoalkan. Kata dia, yang terpenting calon Pejabat tersebut punya komitmen dan kapasitas dalam menjalankan visi misi bupati-wakil bupati secara profesional dan mencurahkan waktunya memperbaikan kinerja dinas terkait. "Jadi tidak usah ada dikotomi orang luar dan orang dalam, yang penting mencurahkan waktunya demi memperbaiki kinerja Dinas dan instransi terkait ." tuturnya.
Bila muncul gerakan dikotomi tersebut, Justru akan memperkuat dugaan adanya ketidakberesan di internal Dinas dan instransi terkait. "Ini memperkuat kesan ada persoalan internal karena seolah-olah orang luar tidak boleh masuk, yang berarti berarti sistim di Dinas dan instransi terkait belum baik sesuai SOP (Standard Operational Procedure).” pungkasnya.

Sabtu, 18 September 2010

PGM Tantang Sukma-Jajuli

SUKABUMI- Pengurus Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kabupaten Sukabumi menantang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi di bawah kepemimpinan Sukmawijaya-Akhmad Jajuli berani menyusun kabinet bersih. Artinya, wadah organisasi tenaga pendidik sekolah keislaman itu tak mau, penempatan pejabat khususnya yang terkait sektor pendidikan dilakukan asal-asalan dan berbau politis.
Hal itu setidaknya terungkap saat PGM melakukan buka puasa bersama Wakil Bupati (Wabup) Sukabumi Akhmad Jajuli di Rumah Makan Ibu Entik Senin lalu. Ketua Umum PGM Kabupaten Sukabumi, Munir Ridwan mengatakan PGM mendukung tindakan pimpinan daerah yang secara sigap dan cepat melakukan sidak untuk koordinasi dan konsolidasi dengan dinas atau instansi di lingkungan Pemkab Sukabumi. Namun di sini, lembaganya akan berupaya kritis jika kebijakan itu tak sejalan dengan keinginan masyarakat khususnya guru.
"Kami sebagai organisasi profesi berharap agar dapat bersinergi dengan pemerintah sesuai dengan peran dan fingsi masing-masing," katanya.
Munir menyatakan, pihaknya juga berharap pola penempatan pejabat mampu dilakukan sesuai dengan kapabilitas, integritas, loyalitas dan dedikasi terhadap kemajuan Kabupaten Sukabumi. "Kami sangat mengharapkan agar dalam penyusunan kabinet lebih bersih tanpa ada unsur kepentingan baik pribadi, partai atau golongan tertentu," jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan salah seorang praktisi pendidikan Kabupaten Sukabumi, Mulyawan S Nugraha. Ia mengatakan harus ada pembenahan yang revolusioner dan tidak populis terhadap struktur birokrasi yang selama ini dianggap belum maksimal, khususnya di leading sector pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Kabupaten Sukabumi. Hal ini karena tiga sektor itu adalah tolok ukur Indeks Pembangunan Manusia. Selain itu juga, harus ada penguatan terhadap pencapaian visi misi bupati dan wakil bupati dengan senantiasa mengadakan koordinasi dan pengendalian dalam melaksanakan program kerja yang ada di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
"Ini sebenarnya bagaimana langkah awal yang dibangun oleh pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sukabumi dalam menentukan rekanan kerjanya," pungkasnya.
Jajuli sendiri menyambut baik peran PGM yang selama ini telah berkiprah dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Sukabumi. "Kami akan berusaha memberikan yang terbaik. Sesuai dengan visi misi yang telah diajukan," ujarnya. (rp9)

Rabu, 08 September 2010 , 01:45:00
Berita ini dapat dilihat di sini.

Kamis, 24 Juni 2010

Proposal Kerjasama

PROPOSAL PENGAJUAN KERJASAMA
SOSIALISASI KEASLIAN UANG RUPIAH
BAGI PEMERINTAH, APARAT PENEGAK HUKUM, PELAKU EKONOMI DAN MASYARAKAT
DI KOTA DAN KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT

PENGUSUL PROGRAM: PENGURUS PERSATUAN GURU MADRASAH (PGM) KAB. SUKABUMI

A. Latar Belakang Masalah
Peredaran uang palsu di Kota dan di Kab. Sukabumi makin mengkhawatirkan. Secara umum, di Jawa Barat meningkat hingga 59 persen sepanjang 2009. Uang palsu itu banyak ditemukan Kantor Bank Indonesia Bandung di 10 kota dan kabupaten seperti Bandung, Cimahi, Sumedang, Cianjur, Garut, Purwakarta, Subang dan Sukabumi.
Naek Tigor Sinaga, sebagai Juru Bicara Kantor Bank Indonesia Bandung dalam pembicaraan dengan Tempo di Bandung, Ahad (24/1/2010), menyatakan bahwa sekitar 10.583 lembar atau bilyet dan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Nominal yang ditemukan mencapai Rp 619,78 juta. Uang palsu yang ditemukan paling banyak pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Sisanya bervariasi. Sebagian besar yang ditemukan, kata Naek, adalah akumulasi dari temuan uang palsu semua bank di wilayah KBI Bandung dalam transaksinya. Dari jumlah itu, 53 persen atau setara 5.581 lembar dilaporkan bank termasuk yang ditemukan di loket layanan penukaran uang di KBI Bandung. Selebihnya hasil temuan polisi. Jumlahnya mencapai 37 persen atau 3.984 lembar.
Polresta Sukabumi, Jawa Barat, berhasil membongkar sindikat pengedar uang palsu yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, empat pelakunya ditahan di Mapolresta Sukabumi dan Polsek Sukaraja.Keterangan yang dihimpun Selasa, menyebutkan, polisi menyita uang palsu senilai Rp 700 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu di salah satu hotel di Desa Pasir Halang, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi pada tanggal 20 April 2010 lalu dan menangkap tiga orang tersangka, yakni RA (44), HG (30), dan YR (46). . Kemudian berhasil pula menyita uang palsu senilai Rp1,2 juta dalam bentuk pecahan Rp100 ribu di kawasan Cikeong, Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi pada tanggal 10 Mei 2010, pelakunya ES (59) warga Desa Kerta Angsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi.
Selain di Kabupaten Sukabumi, peredaran uang palsu di Kota Sukabumi pun tidak kalah hebatnya. Jaringan pengedar uang palsu yang beroperasi di wilayah Kota Sukabumi kembali diungkap aparat kepolisian. Kali ini anggota jaringan yang berhasil ditangkap aparat Polsek Warudoyong, Kota Sukabumi itu, tidak hanya membawa rupiah yang tidak asli tetapi juga mengantungi mata uang asing palsu.
Pelakunya bersinisial SM, 42 tahun, yang mengaku berasal dari Kampung Neglasari, Desa Bojonghaur, Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi. Dari tangan SM. polisi menyita beberapa lembar uang palsu dalam bentuk rupiah, dolar Amerika dan dolar Singapura. Diajuga menyimpan sejumlah uang kuno yang sudah habis masa edarnya.
Kepada aparat yang memeriksanya. SM mengaku bermata pencaharian dari usaha tukar-menukar mata uang dan uang kuno. Dia mendapatkan komoditas yang diperdagangkannya dari seorang rekan bisnisnya yang tinggal di bandung. "Saya memang mencari nafkah dari usaha jual beli mata uang kuno," kata SM ketika ditemui di ruang tahanan Polsek Warudoyong, Kamis (3/6/2010).
Barang bukti yang berasal dari tangan SM berupa 62 lembar Rp 100.000 atau senilai Rp 6.2 juta, 462 lembar uang dolar Singapura senilai $Sinl0. 000, dan uang kuno dalam bentuk dolar Amerika senilai USD 100,000 sebanyak 400 lembar. Semua uang itu terbukti sebagai uang palsu. "Saya mendapatkan uang itu dari rekan saya yang tinggal didi Jalan Soekarno-Hatta. Bandung," aku SM.
SM menjelaskan prosedur yang harus ditempuhnya untuk mendapatkan upal dalam bentuk dolar. Dia harus menyerahkan uang sebanyak Rp 10 juta sebagai harga pembelian untuk upal dolar. Rencananya, upal-upal tersebut akan diedarkan di wilayah Banten. Sedangkan upal rupiah dia dapatkan dari rekannya yang lain warga Banten.
Itulah gambaran mengenai peredaran uang palsu yang terjadi di Kota dan Kabupaten Sukabumi. Hal ini, antara lain kemungkinan pemahaman, pengetahuan masyarakat tentang keaslian uang rupiah masih minim. Semua pihak diharapkan memiliki pengetahuan tentang masalah uang. Termasuk mengenai keaslian uang rupiah yang kita miliki. Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kab. Sukabumi senantiasa berkomitmen untuk terlibat secara aktif dalam menyukseskan program pemerintah.
Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan, mencabut, menarik, serta memusnahkan uang Rupiah dari peredaran, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar.
Dalam implementasinya, pelaksanaan kewenangan dimaksud, Bank Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu dimaksud adalah adanya risiko peredaran uang Rupiah palsu di masyarakat. Peredaran uang Rupiah palsu yang tinggi, selain berpotensi mengurangi psikologis kepercayaan masyarakat dalam memegang uang Rupiah juga merugikan masyarakat yang memilikinya, mengingat tidak adanya penggantian terhadap uang palsu yang dimiliki.
Guna menghadapi tantangan tersebut, Bank Indonesia telah dan akan terus melakukan berbagai upaya yang bersifat preventif, diantaranya dilakukan dengan cara :
1) menyebarluaskan informasi ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui penayangan Iklan Layanan Masyarakat dengan tema “3D (Dilihat, Diraba dan Diterawang)” di berbagai media massa baik TV, Radio, Surat Kabar maupun Majalah;
2) melakukan kegiatan tatap muka dengan berbagai lapisan masyarakat dan instansi berwenang dalam rangkaian acara sosialisasi.

Dengan berbagai upaya preventif tersebut, khususnya melalui kegiatan sosialisasi keaslian uang Rupiah, Bank Indonesia berharap masyarakat dapat mengetahui dan mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah secara mudah, cepat dan tepat sehingga mampu membedakannya dengan uang Rupiah palsu.
Dalam hal penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana uang palsu, Bank Indonesia juga telah dan terus melakukan kerjasama dengan beberapa Instansi termasuk di antaranya kerjasama dengan Pengurus Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kabupaten Sukabumi.
B. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Secara umum Kegiatan Sosialisasi Keaslian Uang Rupiah dimaksudkan untuk membuka ruang informasi publik dan memberikan pembelajaran dalam membangun kesadaran kritis Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Pelaku Ekonomi dan Masyarakat terhadap keaslian uang rupiah dan mampu membedakan uang Rupiah Asli dengan Uang Rupiah Palsu.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dilaksanakannya Sosialisasi Keaslian Uang Rupiah ini adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan kebijakan Bank Indonesia dalam bidang Pengedaran Uang
b. Menyebarluaskan ciri-ciri keaslian uang rupiah
c. Sebagai salah satu upaya menangkal peredaran uang rupiah palsu
d. Membantu Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia dalam mensosialisasikan Keaslian Uang Rupiah agar masyarakat lebih mengetahui dan membedakan uang Rupiah Asli dengan Uang Rupiah Palsu.
e. Mendapatkan input kritis dari masyarakat terhadap keberadaan uang palsu yang beredar di masyarakat..
f. Mendorong terbukanya ruang publik antara Bank Indonesia dengan Masyarakat.

C. Output
Diharapkan output dari kegiatan Sosialisasi ini adalah sebagai berikut:
a. Terosialisasikannya kebijakan Bank Indonesia dalam bidang Pengedaran Uang
b. Teridentifikasinya ciri-ciri keaslian uang rupiah
c. Meningkatnya kesadaran Pemerintah Daerah, Aparat Penegak Hukum, Pelaku Ekonomi dan Masyarakat untuk menangkal peredaran uang rupiah palsu
d. Tersosialisasikannya Program Penerintah dalam hal ini Bank Indonesia dalam mensosialisasikan Keaslian Uang Rupiah agar masyarakat lebih mengetahui dan membedakan uang Rupiah Asli dengan Uang Rupiah Palsu.
e. Teridentifikasinya beberapa input kritis dari masyarakat terhadap keberadaan uang palsu yang beredar.
f. Munculnya keterbukaan ruang publik antara Bank Indonesia dengan Masyarakat.

D. Tema Kegiatan
Membangun Kesadaran dan Kecintaan terhadap Uang Rupiah: Upaya Menekan Peredaran Uang Palsu di Kota dan Kabupaten Sukabumi

E. Materi dan Narasumber
Materi dalam kegiatan Sosialisasi ini ini adalah sebagai berikut
1. Kelembagaan Bank Indonesia.
2. Perbankan Konvensional.
3. Perbankan Syariah.
4. Manajemen Pengedaran Uang.
5. Ciri-ciri Keaslian uang Rupiah.


F. Waktu dan Tempat Kegiatan
Waktu : Bulan Juli-Agustus 2010 (disesuaikan dengan kalender BI)
Tempat : Hotel Augusta Cikukulu Kab. Sukabumi

G. Peserta Kegiatan
Peserta Kegiatan Sosialisasi ini, dialokasikan untuk 300 orang peserta, dengan rincian sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah= 16 orang
a. Pemda Kota Sukabumi = 5 orang
b. DPRD Kota Sukabumi = 3 orang
c. Pemda Kabupaten Sukabumi = 5 orang
d. DPRD Kabupaten Sukabumi = 3 orang

2. Penegak Hukum=134 orang
a. Polres Kota Sukabumi = 4 orang
b. Polsek Se-Kota Sukabumi = 30 orang
c. Polres Sukabumi = 4 orang
d. Polres Se-Kab. Sukabumi = 80 orang
e. Kejaksaan Negeri Sukabumi = 4 orang
f. Kejaksaan Cibadak Sukabumi = 4 orang
g. Pengadilan Kota Sukabumi = 4 orang
h. Pengadilan Kab. Sukabumi = 4 orang
3. Pelaku Ekonomi= 50 orang
a. SPBU se-Kota dan Kab. Sukabumi
b. KUD se-kota Sukabumi
c. KUD se-kab. Sukabumi
d. Perusahaan Ritel di Kota dan Kab. Sukabumi
1. Yogya 7. Selamart
2. Superindo 8. Berkah
3. Giant 9. Yomart
4. Ramayana 10. Alfamart
5. Matahari 11. Indomart
6. Tiara 12. Multi Grosir
e. Koperasi-koperasi Pegawai dan Swasta
4. Masyarakat= 100 orang
a. PGM Kab. Sukabumi = 10 orang
b. PGM Kota Sukabumi = 5 orang
c. PGM Kec. Se-Kota Sukabumi = 15 orang
d. PGM Kec. Se-Kab. Sukabumi = 40 orang
e. Tokoh Masyarakat Kota Smi = 10 orang
f. Tokoh Masyarakat Kab Smi = 20 orang
H. Perlengapan yang Dibutuhkan
Selama Kegiatan sosialisasi ini berlangsung diperlukan berbagai peralatan untuk menunjang kegiatan dimaksud yang meliputi : Kertas Plano, Selotif Kertas, KIT peserta, LCD, foto digital, kertas HVS, spidol, cutter, lem, gunting, komputer, printer, dll.

I. Fasilitas bagi Peserta
Seluruh peserta Sosialisasi ini akan mendapatkan fasilitas berupa : KIT, Materi, Snack, Coffee Break, Makan siang dan uang transport.

J. Panitia Penyelenggara
Panitia Penyelenggara kegiatan Sosialisasi ini adalah:
1. Unsur Bank Indonesia
2. Unsur Pengurus DPD PGM Kab. Sukabumi

Susunan Panitia Terlampir.

K. Anggaran Biaya
Anggaran biaya terlampir
L. Penutup
Demikian Proyek proposal kegiatan Sosialisasi ini dibuat, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Menag Mengaku Malu Jika Ada Gedung Madrasah Roboh

Jakarta(Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali mengaku merasa malu jika ada gedung madrasah bocor, apa lagi roboh karena tak diperhatikan.

Pernyataan tersebut dikemukakan pada acara Pembinaan dan Temu Silaturahmi Komunitas Pendidikan Madrasah di Lingkungan Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta, Rabu (23/6).

Jika ada gedung tua, bocor atau roboh harus segera diperbaiki. Bocor saja sudah malu apa lagi roboh. Untuk itu, pihak Kakanwil harus memberi perhatian. "Jika tak memperhatikan juga karena alasan tak ada uang, laporkan Kakanwilnya kepada menteri," kata Menag yang disambut tempuk tangan hadirin.

Menag menyatakan sangat memberi perhatian tinggi terhadap pendidikan, termasuk di lingkungan madrasah. Namun diingatkan agar dalam meningkatkan kualitas pendidikan harus dilakukan tak mengambil jalan pintas, misalnya langsung mendirikan madrasah bertaraf internasional.

Ada desakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan Kementerian Agama ditempuh dengan membangun madrasah bertaraf internasional. Padahal, kata Menag, jika diperhatikan, sejak awal pembangunan infrastrukturnya butuh dana besar. Semua bermuara pada anggaran tinggi.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Jika ada lembaga pendidikan kualitasnya kurang baik, harus didorong menjadi baik. Yang sudah baik diupayakan menjadi yang terbaik. Dengan cara itu, tentu warga lain yang tak memiliki kemampuan akan memperoleh kesempatan dalam menikmati pendidikan, kata Menag.

Menag menambahkan, upaya meningkatkan pendidikan madrasah pun tak melulu harus ditempuh dengan cara-cara memperbanyak madrasah negeri. Tapi bisa dilakukan dengan memperluas bangunan madrasah bersangkutan. Dengan cara itu, tak ada kelas kosong.

"Membangun fisik madrasah harus pula dijawab dengan peningkatan kualitas," ucap Menag.

Pada acara tersebut Menag juga sempat membentangkan dampak kemajuan dunia maya, yang belakangan ini ikut mempengaruhi moralitas anak didik, seperti peredaran video tak senonoh yang diperankan artis lokal.

Juga dampak penggunaan narkoba, yang belakangan ini jika dilihat dari laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) mencapai ribuan orang generasi muda tewas. "Penyalahgunaan narkoba bahanya tak kalah hebat dibanding kejahatan teroris," kata Suryadhara Ali.(ant/es/ts)

Menag Imbau Guru Madrasah Respon Gangguan Pendidikan

Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali mengimbau para pendidik di lingkungan Kementerian Agama bersikap tanggap dengan perkembangan situasi dan kondisi yang dapat mengganggu dunia pendidikan maupun proses pendidikan, seperti masalah pornografi dan narkoba.

"Guru harus merespon perkembangan yang mengganggu pendidikan seperti pornografi. Kasus terakhir ini saya meragukan kalau para siswa belum melihat," kata Suryadharma Ali pada acara pembinaan dan temu silaturahmi dengan komunitas pendidikan madrasah di lingkungan Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Rabu (23/6).

Diakui Menag bahwa teknologi komunikasi banyak membantu masyarakat apabila dipergunakan secara positif. Namun menurut dia alat teknologi dapat juga bisa berdampak negatif. "Saat ini apa saja sudah bisa masuk kamar anak-anak kita, begitu mudah. Karena itu mohon jadi perhatian," pesannya.

Di hadapan ratusan guru madrasah Menag juga mengatakan, bahwa Indonesia bagaikan surga bagi penyelundupan, distribusi dan pemakai narkoba. "Tapi belum jadi masalah serius disini," ujarnya.

Padahal lanjut Surydharma, Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah memperingatkan bahaya narkoba, setiap hari sekitar 100 orang meninggal dunia akibat memakainya. "Ini lebih jahat dari teroris," tandasnya.

Menteri juga menyampaikan merasa prihatin dengan kecenderungan penurunan minat belajar pada program studi agama, termasuk pula orang tua tidak cenderung menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan agama.

Seperti di UIN (Universitas Islam Negeri), kata Menag, lebih dicenderungi program-program non agama, sedangkan fakultas ushuluddin peminatnya semakin berkurang. "Kalau tarbiyah masih lumayan, karena out put menjadi guru, gajinya kan juga semakin naik," kata Suryadharma.

Menurutnya, kecenderungan itu bisa jadi karena ada kekeliruan di masa lalu dalam membedakan ilmu agama dan ilmu non agama, dengan membagi dalam dua kelompok; seperti biologi, fisika, kimia sebagai ilmu non agama. Ilmu agama hanya tafsir, fiqih dan sejenisnya. "Padahal ilmu hanya satu, ilmu Allah," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Menag, lembaga pendidikan agama seperti pesantren dan madrasah harus selalu meningkatkan mutu dan kualitas. Salah satunya upaya itu adalah melakukan pertukaran mutu antara lembaga yang dikelola kementerian pendidikan nasional dan kementerian agama. "Untuk itu kita sekolahkan madrasah dan kita madrasahkan sekolah," ujarnya.

Sementara itu Kakanwil Kemenag DKI Jakarta, Sutami melaporkan pada tahun 2010 tingkat kelulusan madrasah di wilayahnya cukup baik, Madrasah Ibtidaiyah setingkat sekolah dasar lulus 100 persen, Madrasah Tsanawiyah (SMP) juga lulus 100 persen, dan Madrasah Aliyah (SMA) lulus 99,90 persen.

"Namun masih ada masalah, sertifikasi guru madrasah baru selesai 24,56 persen dan akreditasi madrasah juga baru 41,3 persen," kata Sutami. (ks)
http://kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=5866

Senin, 21 Juni 2010

LAGI, TIGA PEJABAT KANDEPAG DIPERIKSA

Wednesday, 28 October 2009 07:09
Sukabumi(SI) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibadak, Kabupaten Sukabumi,terus memeriksa satu per satu pejabat di lingkungan Kantor Departemen Agama (Kandepag) setempat.Kemarin,giliran Kepala Kandepag Sukabumi Cep Ismail.

Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) Salafiyah sebesar Rp 150 juta di Pondok Pesantren AI, Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi. Cep Ismail menjalani pemeriksaan di ruang Seksi Pidana Khusus (Pidsus) dalam kapasitasnya sebagai manajer BOS Salafiyah pada 2007.

Bersamaan itu, tim penyidik juga memeriksa dua pejabat Kandepag Sukabumi lainnya yakni Hasen Chandra (Manajer BOS Salafiyah pada 2008) dan Ida Farida (Manajer BOS Salafiyah tahun 2009). ”Penyidikan kasus ini dilakukan secara maraton.Karena itu satu per satu pejabat Kandepag dimintai keterangannya, terutama mengenai mekanisme pengajuan dan pencairan.

Pasalnya,program pendidikan kesetaraan di lingkungan pondok pesantren ini merupakan tanggung jawab Kandepag,” papar Kepala Seksi Pidsus Kejaksaan Negeri Cibadak Dedy Supardi,kemarin. Selain itu, tim penyidik terus mengumpulkan keterangan dari 25 santri dan warga yang terdaftar sebagai warga belajar atau pelajar pendidikan Salafiyah di Ponpes AI. Mereka diperiksa secara bergiliran.

”Secara keseluruhan jumlah santri dan warga yang akan menjadi saksi dalam kasus ini mencapai sekitar 200 orang. Seluruhnya akan dimintai keterangan hanya dalam waktu empat hari. Sejauh ini, kami sudah mengantongi nama seorang tersangka,” tuturnya.

Dalam kasus ini, tim penyidik mengindikasikan dana BOS Salafiyah yang diterima Ponpes AI didasari data fiktif warga belajar. Selama kurun waktu dua tahun anggaran, ponpes tersebut telah menerima kucuran dana BOS Salafiyah mencapai Rp150 juta yang dialokasikan untuk bantuan pendidikan sebanyak 200 warga belajar. (toni kamajaya)


Sumber: Harian Seputar Indonesia, Rabu 28 Oktober 2009

Menanti Madrasah Aliah Kejuruan

21 Jan 2010
Oleh Drs. NANDANG KOSWARA

Sejak beberapa tahun belakangan, sekolah menengah kejuruan (SMK) mengalami "booming" setiap masa penerima-an siswa baru. Situasi itu nyaris tidak pernah terjadi pada lembaga pendidikan madrasah, khususnya madrasah aliah.e-mail forumguru@pikiran-rakyat.com

MEMBELUDAKNYA peminat ke SMK tidak lepas dari kurikulum yang berlaku di SMK yang menitikberatkan pada pencapaian keterampilan siswa (sekitar 70 persen materi keterampilan). Selain itu, tingginya minat ke SMK dipengaruhi juga oleh rencana pemerintah yang akan meningkatkan rasio SMK dengan SMA menjadi 70 persen SMK dan 30 persen SMA. Rencana itu kemudian diiringi dengan publikasi yang gencar mengenai SMK, dengan menampilkan tayangan-tayangan tentang kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan lulusan SMK. Bahkan tokoh-tokoh lulusan SMK yang cukup terkenal dan sukses, semisal presenter Tantowi Yahya, pengusaha yang juga mantan Menteri BUMN di era Habibie, Tanri Abeng, tampil menjadi "bintang iklan" SMK. Kelebihan lain yang juga ditawarkan SMK adalah, orientasi para lulusan SMK tidak hanya memiliki keterampilan sebagai bekal untuk bekerja, tetapi juga para lulusan SMK dapat meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.

Di tengah kurangnya minat masyarakat terhadap madrasah, para pengelola madrasah dan Kementerian Agama harus melakukan upaya-upaya dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap madrasah, sehingga lembaga pendidikan ini tidak dinomorduakan. Salah satu usaha yang mungkin dapat ditempuh adalah dengan mendirikan madrasah aliah kejuruan. Cara ini mungkin dapat mengubah pandangan sebagian masyarakat yang selama ini beranggapan madrasah adalah sekolah agama dan cenderung dianggap sebagai lembaga pendidikan yang kurang memiliki daya saing.Memang harus disadari, mewujudkan tujuan ini tidak mudah, karena pendirian madrasah aliah kejuruan harus diiringi dengan fasilitas yang memadai untuk mendukung pembelajaran. Hal itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun sebenarnya, masalah tersebut dapat diatasi dengan mengubah status beberapa madrasah aliah menjadi madrasah aliah kejuruan. Asumsi ini didasari kenyataan, ada beberapa madrasah yang memiliki fasilitas cukup memadai untuk diubah menjadi madrasah aliah kejuruan.

Beberapa madrasah aliah yang memiliki fasilitas lengkap adalah madrasah penerima bantuan Program Penguatan Sains dan Teknologi atau Science and Technology Equity Program Phase-2 (STEP-2) Islamic Development Bank (IDB). Dengan program STEP-2 ini, 29 madrasah aliah di seluruh Indonesia yang mendapatkan bantuan laboratorium fisika, kimia, biologi, komputer multimedia, dan laboratorium keterampilan dilengkapi dengan printing dan desain grafis. Dari 29 madrasah yang mendapat bantuan, jenis keterampilan yang diterima oleh madrasah berbeda-beda.Peralatan keterampilan yang ada pada madrasah penerima bantuan STEP-2 dapat dijadikan modal dasar untuk mendirikan madrasah aliah kejuruan.Di tengah berkurangnya minat masyarakat terhadap madrasah, ada baiknya di antara madrasah aliah program STEP-2 mencoba mendirikan madrasah aliah kejuruan atau beralih status menjadi madrasah aliah kejuruan. Atau mungkin Kementerian Agama akan mengeluarkan kebijakan strategis terkait kemungkinan pengembangan madrasah aliah kejuruan?***

Penulis, guru Madrasah Aliah Pontren Darul Maarif, Margaasih, Kab. Bandung.

Guru Madrasah Merasa Dianaktirikan

Senin, 16/03/2009 - 16:02

BEKASI, (PRLM).-Para guru madrasah mengeluhkan nasib mereka yang merasa masih dianaktirikan oleh pemerintah. Dengan demikian, meskipun anggaran pendidikan telah 20 persen, para guru madrasah belum bisa menikmati kesejahteraan yang dijanjikan.

Keluhan ini disampaikan para guru madrasah yang tergabung dalam Persatuan Guru Madrasah (PGM) Kota Bekasi dalam acara Silaturahmi Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita dengan Masyarakat Kota Bekasi, di Gedung Islamic Center Kota Bekasi, Senin (16/3).

Dituturkan Ginandjar perlu adanya perombakan payung hukum bagi dunia pendidikan, termasuk madrasah. dengan demikian tidak ada lagi perbedaan antara sekolah umum dengan sekolah agama.

"Selama ini, pendidikan kita masih memisahkan negeri dan swasta, sekolah umum dengan sekolah agama sehingga terjadi kesenjangan," ujarnya.

Berdasarkan PP No 5 tahun 2007, madrasah telah masuk ke dalam lingkungan departemen pendidikan. Namun demikian, strukturnya masih belum berubah. Akibatnya, anggaran untuk madrasah sudah tidak ada lagi di kandepag tetapi belum juga terwakilkan di Dinas Pendidikan.

"Dengan demikian, posisinya tidak bisa sama dalam anggaran. Anggaran selalu melihat ke sekolah negeri tetapi mengabaikan madrasah. Padahal, itu sudah masuk ke departemen pendidikan," ungkapnya.

Sementara itu, anggaran yang ada di Departemen Agama tidak bisa mencakup kebutuhan madrasah karena porsinya kecil.

Selain itu, para guru madrasah pun masih kesulitan untuk menjadi PNS. Menurut anggota DPR RI Komisi VII, Zulkarnaen Djabar, PP yang ada baru mengakomodasi guru dari madrasah atau sekolah negeri. Padahal, dari 100 ribu madrasah yang ada di Indonesia, baru 10 persen yang negeri, selebihnya yakni 90 persen merupakan madrasah swasta.

Sebaliknya, untuk sekolah umum dari 200 ribu sekolah yang ada, hanya 10 persen yang merupakan sekolah swasta. "Jadi, bagaimana mereka bisa cepat jadi PNS," katanya.

Padahal, selama belum menjadi PNS, guru madrasah hanya mempunyai gaji di bawah UMK. Sebab, APBN hanya membantu Rp 250 ribu per bulan per guru madrasah negeri.

Sementara itu, yang mengajar di madrasah swasta belum bisa menikmati kesejahteraan yang layak.

Hal ini pula yang menyebabkan Ginandjar mencalonkan kembali menjadi DPD Jawa Barat. Sebab, menurut dia, permasalahan madrasah belum selesai. Selain itu, selama ini keberadaan DPD masih belum memiliki kekuatan sehingga keterwakilannya di nasional pun belum dapat menghasilkan aksi yang nyata.

"Kekuatan DPD masih terlalu lemah sehingga belum bisa berbuat banyak untuk mewujudkan harapan masyarakat," tuturnya. (A-155/kur)***

APA ARTI MADRASAH BAGI INDONESIA?

Tuesday, 12 May 2009 21:07
Oleh: Bambang Q-Anees

Agak susah menjawab pertanyaan ini, bila dilihat dari sejumlah kebijakan negeri ini terhadap madrasah. Bandingkan saja subsidi pemerintah yang pernah diberikan untuk siswa sekolah menengah atas, sementara siswa madrasah aliah per tahun adalah Rp 4.000,00, sedangkan siswa SMA sekitar Rp 400.000,00. Perbedaannya seratus kali lipat. Kesenjangan lain juga terlihat dalam hal penyediaan guru oleh pemerintah.

Madrasah dalam sajian data ini adalah komunitas yang tak terperhatikan, terabaikan, bahkan sempat pula dianggap sebagai bagian dari "produsen teroris". Apakah memang demikian? Apakah negeri ini sudah lupa bahwa founding father negeri ini dilahirkan dari madrasah? H. Agus Salim, Moh. Hatta, Tjokroaminoto, Wahid Hasyim, HAMKA, dan sejumlah pendiri bangsa ini adalah alumni madrasah.

Sejarah madrasah

Madrasah adalah saksi dari perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada zaman penjajahan Belanda, madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah mencatat, madrasah pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah (1908, dimotori Syekh Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri Madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah Schoel. Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). Lalu, Madrasah Nurul Uman dididirikan H. Abdul Somad di Jambi.

Madrasah berkembang di Jawa mulai 1912. Ada model madrasah-pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin Wustha, dan Muallimin Ulya (mulai 1919); ada madrasah yang mengapropriasi sistem pendidikan Belanda plus, seperti Muhammadiyah (1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsnawiyah, Muallimin, Muballighin, dan madrasah Diniyah. Ada juga model Al-Irsyad (1913) yang mendirikan madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus; atau model madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian.

Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, lalu keluarlah peraturan yang menetapkan madrasah sebagai "sekolah liar", kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan yang melarang atau membatasi madrasah. Kalaupun kemudian Pemerintah Belanda memberikan apresiasi pada kepentingan Islam, bantuan diberikan 7.500 gulden untuk 50.000.000 jiwa. Menyimak pidato Oto Iskandardinata pada 1928 di Voolkraad, bantuan itu dianggap penghinaan karena seharusnya yang diberikan Belanda satu juta gulden.

Akan tetapi, madrasah berdiri di mana-mana. Madrasah adalah perjuangan warga republik ini untuk mendapatkan pendidikan. Pada 1915 berdiri madrasah bagi kaum perempuan, yaitu Madrasah Diniyah putri yang didirikan Rangkayo Rahmah Al-Yunisiah. Zaiuniddin Labai ini juga yang pertama kali mendirikan Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Minangkabau pada 1919.

Sayangnya, madrasah tetap saja tersingkirkan. Saat Indonesia merdeka, madrasah masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua. Pemerintah Indonesia hanya mengeluarkan Maklumat BP KNIP 22 Desember 1945 No. 15 yang menyerukan agar pendidikan di musala dan madrasah berjalan terus dan diperpesat; kemudian diperhatikan melalui keputusan BP KNIP 27 Desember 1945 (agar madrasah mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah) dan melalui Laporan Panitia Penyelidik Pengarahan RI tanggal 2 Mei 1946 yang menegaskan, pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah dipandang perlu untuk dipertinggi dan dimodernisasi serta diberi bantuan berupa biaya sesuai dengan keputuan BP KNIP. Perhatian pemerintah negeri ini diwujudkan dengan PP No. 33 Tahun 1949 dan PP No. 8 Tahun 1950 yang memberikan bantuan kepada madrasah dengan subsidi per siswa @ Rp 60,00.

Baru pada masa reformasi, UU No. 20/2003 tentang UUSPN khususnya Pasal 17 Ayat 2 dan Pasal 18 Ayat 3, madrasah diakui statusnya sederajat dengan sekolah umum. Namun, pemerintah masih enggan memberikan bantuan, apalagi pernah beredar Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Moh Ma`ruf, tanggal 21 September 2005 No. 903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 yang melarang pemerintah daerah mengalokasikan APBD kepada organisasi vertikal (termasuk terhadap madrasah).

Reformasi kemudian melahirkan PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Pada PP ini terdapat Pasal 12 ayat (1) yang menyebutkan pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan. Anehnya, PP ini pun masih dianggap angin lalu. Masih banyak pemerintah daerah yang belum memberikan perimbangan dana kepada madrasah. Dana 20% pendidikan di APBD masih menjadikan madrasah sebagai sisipan.

Masa depan madrasah

Saat ini, di Indonesia, terdapat 38 ribu madrasah. Setiap tahunnya, madrasah meluluskan dua ratus ribu siswa, tetapi tak sampai sepuluh persen yang melanjutkan kuliah karena keterbatasan dana; hanya sekitar 20% yang gurunya PNS, sementara yang non-PNS tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Apakah 5,5 juta siswa madrasah dan 456.281 guru madrasah ini bukan warga negara Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang berbeda?

Sebentar lagi pemilihan presiden dan wakil presiden, entah apakah mereka yang terpilih akan memperhatikan nasib madrasah atau akan terus meniru perlakuan penjajah Belanda?

Apa pun yang terjadi, madrasah akan terus ada: cerdas dan mulia!***

Penulis: Sekretaris DPP Persatuan Guru Madrasah (PGM) dan mahasiswa S-3 Administrasi Pendidikan UPI Bandung.

Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Selasa 12 Mei 2009
http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/pendidikan/3770-apa-arti-madrasah-bagi-indonesia.html

Senin, 18 Januari 2010

Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) PGM DPW Jawa Barat

Rencana pada tanggal 29 Januari 2010, Pengurus DPW Persatuan Guru Madrasah (PGM) akan melaksanakan Rapat kerja Wilayah, bertempat di Gedung LPTQ Jawa Barat Sukamiskin Bandung. bila tidak ada aral melintangm akan dibuka secara resmi oleh Gubernur Jawa Barat. Sukses...........!!!

Jumat, 08 Januari 2010

Depag Jalin Kerjasama dengan ITB dan UPI

Jakarta, NU Online
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM madrasah, Departemen Agama dalam hal ini Ditjen Pendidikan Islam melakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Naskah kerjasama ditandatangani oleh Dirjen Pendidikan Islam Dr.H.Jahja Umar dengan Rektor ITB Prof Dr Djoko Santoso dan Rektor UPI Prof Dr Sunaryo Kartadinata M.Pd di Bandung, Senin (27/3).

Menurut Dirjen Pendidikan Islam Jahja Umar, kerjasama dengan ITB berupa pemberian bea siswa bagi 60 orang guru madrasah aliyah untuk mengambil program pasca sarjana bidang kimia dan fisika. Sedangkan dengan UPI, berupa kerjasama pemberian bea siswa untuk 65 orang guru madrasah aliyah mengambil program pasca sarjana untuk jurusan bahasa Inggris dan kurikulum.

Bea siswa tersebut, kata Jahja, bersumber dari APBN Dep.Agama dengan maksud untuk meningkatkan kualitas guru di lingkungan madrasah aliyah. Sebelumnya Ditjen Pendidikan Islam telah pula menjalin kerjasama dengan IPB,UIN, ITS dan UGM dalam hal pemberian bea siswa bagi siswa lulusan madrasah untuk mengikuti pendidikan S1 di perguruan tinggi tersebut.

Jahja Umar dalam sambutannya mengatakan, guna mengejar ketertinggalan dalam mutu dan kualitas, pendidikan Islam di tanah air seperti madrasah dan pondok pesantren harus mendapat perlakuan yang istimewa dalam berbagai hal, baik dari segi anggaran maupun kebijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan ini.

Jahja mengatakan, selama berpuluh-puluh tahun pendidikan Islam berada di posisi marjinal, kelas ’dua’, dan tertinggal jauh dibanding sekolah umum. Padahal lembaga pendidikan seperti madrasah dan pondok pesantren telah banyak berkiprah di tanah air, bahkan keberadaan pontren telah ada sebelum negara kita merdeka.

”Memang ada sejumlah madrasah yang telah mampu memenuhi harapan masyarakat dan mengungguli mutu yang dicapai sekolah. Namun secara jujur bahwa madrasah belum bisa memenuhi harapan masyarakat dan mutu pelajaran umum masih tertinggal dari sekolah,” papar Jahja.

Jahja menambahkan, banyak faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan antara harapan masyarakat dengan hasil yang dilahirkan madrasah serta kesenjangan antara mutu madrasah dan sekolah. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya kompetensi guru di bidang materi yang diajarkan kepada siswa di madrasah

Jahja mengatakan, untuk mengimbangi mutu lembaga pendidikan Islam dengan sekolah umum, maka upaya pendidikan islam tidak cukup kalau hanya melakukan apa yang dilakukan oleh lembaga pendidikan umum. ”Harus ada lompatan yang jauh dan tidak hanya sekali melompat, tapi berkali-kali,” katanya.

Selain itu lanjut dia, juga harus ada keberpihakan secara khusus terhadap pendidikan Islam. Karena tanpa keberpihakan khusus sangat sulit bagi PI melakukan lompatan. ”Salah satu keberpihakan itu seperti bantuan dari pusat-pusat unggulan seperti ITB,” jelas Dirjen.

Dalam masalah anggaran, kata Dirjen, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah yang nota bene kebanyakan dikelola swasta harus mendapat porsi yang proposional. Sekarang sekitar 90 persen madrasah swasta, tapi anggaran yangPdiberikan masih belum cukup. Ini masih belum adil, jadi kalau madrasah berlari pun akan tertinggal dibelakang. Anggaran madrasah paling tidak tiga kali dari sekolah umum,” kata Jahja.

Sementara Rektor ITB Prof Dr. Djoko Santoso mengatakan, saat ini penduduk Indonesia berkisar 230 juta, mereka semua memerlukan pendidikan yang baik. Dan di tanah air kita terdapat sekitar 2.700 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, mulai dari yang bermutu baik sampai yang biasa-biasa saja.

Menurut Djoko, secara umum insan pendidikan berharap memberi mutu pendidikan yang baik bagi semua anak didik. ”Di ITB mutu sudah jadi budaya, meski untuk menjaga mutu itu masih terdapat kendala,” katanya seraya menambahkan baru-baru ini kampus Ganesha ini mendapat pengakuan satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang masuk 100 besar di Asia. ”Rangking kita di nomor 49,” ujarnya.

Meski demikian, kata Rektor, pihaknya berharap ITB bisa memperbaiki rangking itu dengan meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan institut. ”Tapi kami juga punya kewajiban menyebarkan mutu kepada yang lain, wujudnya seperti terhadap lembaga pendidikan di Depag,” ujarnya.

Djoko mengatakan, program kerjasama dengan Depag dalam rangka meningkatkan mutu madrasah di tanah air. Namun ITB tidak memberi perlakuan khusus terhadap mahasiswa dari madrasah. ”Semua kami perlakukan sama seperti mahasiswa ITB pada umumnya. Kalau tidak lulus yang kami DO (Drop Out),” ujarnya.

Sementara itu Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Dr Sunaryo Kartadinata M.Pd mengatakan, sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan pengajar atau guru, UPI senantiasa melakukan kerjasama dengan berbagai pihak

Madrasah Model Indonesia Diakui Secara Internasional

Jakarta, NU Online
Madrasah-madrasah di Indonesia semakin berbenah. Hasilnya lembaga pendidikan yang berciri khas Islam itu sudah diakui secara internasional, terutama oleh negara-negara anggota Unesco (organisasi pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan PBB).

Dirjen Pendidikan Islam Dr. Mohammad Ali mengungkapkan hal itu usai menerima delegasi pendidikan Filipina di Jakarta, Kamis (10/4). Kedatangan delegasi yang dipimpin Deputi Menteri Pendidikan Filipina Dr. Manaros Boransing juga disambut Sekjen Depag Bahrul Hayat, Ph.D. Direktur Pendidikan Madrasah Drs Firdaus B. M.Pd.

"Ada beberapa negara yang menyatakan ketertarikkannya dan ingin belajar tentang sistem pendidikan Islam di Indonesia terutama madrasah dan pesantren, diantaranya Pakistan, Bangladesh dan Nigeria," kata Ali yang juga guru besar Universitas Pendidikan Indonesia .

Terkait dengan kunjungan delegasi pendidikan Filipina, Ali menuturkan, bahwa di Filipina juga terdapat sejumlah madrasah. "Mereka juga punya sejumlah madrasah, cuma belum sebagus yang kita punya, baik sistem, kurikulum, guru maupun hasilnya," ucapnya.

Untuk itu lanjutnya, Filipina ingin belajar dan memperoleh dukungan dari pemerintah Indonesia, terutama untuk meningkatkan kualifikasi guru-guru madrasah. Bagi mereka yang belum belajar S1, ada keinginan belajar ke Indonesia, selain itu ada juga guru dan kepala madrasah yang ingin belajar S2 di Indonesia.

"Kita berjanji ingin mensupport mereka baik dukungan yang memberikan kemudahan juga ada bea siswa yang diberikan kepada guru-guru madrasah di Filipina yang ingin belajar ke Indonesia," kata Ali.

Dirjen Pendidikan islam juga menyatakan, pihaknya berupaya terus untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam di tanah air. Misalnya, salah satiu program yang sedang dilaksanakan ialah, membangun madrasah bertaraf internasional. Untuk tahun 2008, ada lima madrasah.Tahun depan 20 madrasah, dan tahun 2010 diharapkan semua provinsi sudah memiliki madrasah bertaraf international.

Mengenai Peraturan Pemerintah nomor 55 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, ia mengatakan, jika selama ini pesantren tradisional lulusannya belum diakui setara dengan lembaga pendidikan formal, maka dengan lahirnya PP itu secara resmi diakui setara sesuai dengan tingkatannya.

Selain itu PP juga mewajibkan kepada pemerintah daerah untuk memberikan perhatian dan penanganan yang selama ini hanya dinikmati lembaga pendidikan non pesantren. "Dengan PP itu guru agama dan pesantren memperoleh dukungan daerah sama dengan dukungan kepada lembaga pendidikan yang sudah berjalan," kata Mohammad Ali. (dpg/nam)

Madrasah Mulai Sejajar Dengan Sekolah Umum

Dirjen Pendidikan Islam, Prof Dr Mohammad Ali mengatakan bahwa pendidikan madrasah sudah mulai dapat disejajarkan dengan sekolah umum dengan berhasilnya pendidikan sekolah tersebut merebut kejuaraan sains tingkat nasional dan internasional.

Ia mengungkapkan disela-sela acara peringatan Hari Amal Bhakti Kementerian Agama ke 64 di Jakarta, Senin (4/1). Kementerian Agama memberikan penghargaan kepada siswa siswi berprestasi pendidikan Madrasah Ibtidayah , Madrasah Tsanawiyah serta Madrasah Aliyah.

Mereka dinilai telah berhasil menggaet medali dalam lomba sains tingkat nasional dan internasional. Baik dalam bidang sains, matematik dan teknologi (robot) oleh siswa madrasah tingkat Ibtidayah dan madrasah Aliyah tersebut, maka berarti pendidikan di madrasah bisa dinilai tidak kalah dengan sekolah umum

"Kami tidak membentuk pendidikan khusus bagi siswa berprestasi sebagaimana sekolah umum,"kata Mohammad Ali.

Sebelumnya ada senyalemen bahwa ada perbedaan kualitas antara madrasah dibanding sekolah umum. Karena sebagian besar madrasah dikelola swasta 91,5 , yang negeri hanya 8,5 . Dengan prestasi tersebut berarti madrasah bisa disejajarkan dengan pendidikan di sekolah umum.

Madrasah di Indonesia adalah lembaga pendidikan formal yang kurikulumnya mengacu pada kurikulum pendidikan nasional, tapi memiliki muatan agama yang lebih banyak dibanding sekolah. Jika sekolah dibawah Kementerian Pendidikan Nasional, madrasah dipayungi Kementerian Agama.

Dirjen juga menyebutkan pendidikan di pesantren ada yang menyatu atau di dalam pesantren menyatu dengan pendidikan bagi santrinya, tapi ada juga pesantren yang memisahkan antara pendidikan madrasah dengan pendidikan dalam pesantren itu sendiri. Bagi pesantren yang memisahkan pendidikanya itu tidak masalah, namun yang menyatukan pendidikannya diperlukan standarisasi pendidikan di pesantren agar lulusannya juga diakui masyarakat nasional.

"Kita akan membentuk kurikulum khusus untuk itu,"kata dirjen. Dia juga menyebutkan akhir februari kurikulum tersebut sudah selesai.
Untuk ujiannya, kelak akan ada semacam ujian nasional khusus pesantren agar diperoleh siswa yang baik lulusannya. (HP)